Kamis, 24 Februari 2011

MASIH TETAP BERHARAP MENJADI PEKSOS

Saya lulusan STKS Bandung tahun 2009 dan bekerja di kementerian sosial di UPT PSTW Gau Mabaji Gowa tahun 2010 dan berharap penempatan menjadi seorang pekerja sosial. Tapi ternyata tak sesuai harapan dan keinginan. Saya ditempatkan di Bagian Staf TU bagian penyelanggara Kehumasan dan Publikasi. Dibenak saya saat itu adalah “ I don’t see anything special” terhadap bidang saya sekarang.
Sempat dada kembang kempis dan batin bernanah (berlebihan..heheh) melihat uraian tugas yg diberikan oleh pimpinan. Tapi seorang pekerja sosial yg baik harus siap menerima pekerjaan yang sudah diamanatkan oleh pimpinan. Saya tidak lantas terpuruk oleh nasib dan sy berpikir keras bagaimana caranya walaupun sy tidak di tempatkan sebagai peksos tapi kerjaan sy ada hubungannya dgn klien atau peksos.
Disela-sela kesibukan menjadi seorang humas, sy memberanikan diri untuk melakukan penelitian tentang Mitos yg selama ini berkembang di masyarakat kalau lansia adalah seseorang yang tidak produktif dan menjadi beban. Salah kaprah inilah yg coba saya uraikan dan simpulkan berdasarkan wawancara terhadap keluarga dan masyarakat yg mengantar calon klien ke panti. Ada beberapa alasan mereka untuk menempatkan anggota keluarganya dip anti yaitu :
1.Lansia sama dengan pikun
2.Lansia tidak berdaya
3.Lansia sukar memahami informasi baru
4.Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual
5.Lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat
6.Lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat
7.Lansia menghabiskan uang untuk berobat
Bagi Masyarakat Indonesia kebudayaan kekeluargaan sangat kental dan pada umumnya tdk keberatan menerima seseorang jika sudah menjadi Tua. Namun kenyataannya banyak keluarga2 yg bahkan mampu dari segi materi tetap menitipkan orang tuanya ke panti jompo. Sepertinya perlu ditinjau kembali kal masyarakat Indonesia memiliki rasa kekeluargaan yang kental dan mau menerima anggota keluarga yg lansia. Mungkin hal ini perlu diperjelas sehingga tidak berkepanjangan dan dapat memtahkan mitos kalau lansia itu adalah beban keluarga dan masyarakat, sehingga orang lain dapat memahami lansia secara benar dengan melihat realita yg ada sehingga lansia memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kondisi, usia, jenis kelamin dan status sosial mereka dalam masyarakat.
1.Lansia sama dengan pikun
Anggapan bahwa semua lansia pikun adalah salah karena tidak semua lansia mengalami pikun. Dalam kehidupan manusia daya ingat akan berubah sesuai dengan usia, sehingga setelah orang menjadi lansia ia tidak cepat dapat mengingat sesuatu, ataupun kejadian.
Demi menjaga agar daya ingat lansia tidak cepat berubah, karena kondisi fisik dan usia, maka perlu dihindarkan atau paling tidak dikurangi dari hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan, kekawatiran, kecemasan, rangsangan emosi, depresi dan sakit. Disinilah kepedulian dari orang yang lebih muda sangat diperlukan sebagai kontrol agar lansia tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya. Bukan malah menjauhi dan menggap remeh dan biasa saja ketika lansia pikun. Yang seharusnya dilakukan adalah merangsang ingatan-ingatannya agar dapat berfungsi secara optimal.

2.Lansia Tidak Berdaya
Sangat salah ketika kita mengatakan bahwa semua lansia tidak berdaya. Karena dalam kenyataan para lansia tetap eksis dan terus berjuang mencari kehidupan yang lebih baik. Misalnya artis mpo Atik, Tante Laila Sari dan banyak lagi.
Lansia itu memiliki segudang pengalaman dan tentunya sudah melawati semua proses tahap dan tugas perkembangan seorang manusia, sedangkan saya yang masih muda ini belum melewati masa tua. Terkadang memang ada yang pasrah dan malas ini termasuk lansia yang masa mudanya terkuras oleh tugas-tugas yg berat untuk menghadapai lansia seperti itu harus diberi dukungan dan support agar supaya mereka tidak terpinggirkan dan tetap memiliki harga diri. Seorang lansia juga tidak perlu selalu didampingi kemana-mana dengan alasan takut hilang dan harus selalu dirumah untuk beristirahat. Pola seperti ini juga salah karena memberikan stigma kalau lansia tidak berdaya dan memperburuk kondisi lansia tersebut.

3.Lansia Sukar Menerima Informasi Baru
Dalam kehidupan lansia umumnya haus akan berita-berita baru dan informasi-informasi baru, karena mereka tidak mau ketinggalan informasi dibandingkan orang-orang yang lebih muda. Dalam kenyataan kita menjumpai bahwa mereka banyak nonton televisi, mendengarkan radio, membaca koran, majalah ataupun bertanya kepada sesama lansia atau orang yang lebih muda tentang tentang hal-hal baru yang berkembang dalam masyarakat. Dalam kenyataan lansia lebih tahu berita baru dari orang-orang lain dan sangat senang menyampaikan berita baru tersebut kepada kawan-kawannya, maupun kepada yang lebih muda. Bagi lansia adanya informasi baru berarti menstimulasi fungsi kognitifnya, fungsi afektifnya dan fungsi psikomotoriknya yang membuat syaraf-syaraf otaknya tetap berfungsi secara normal.

4.Lansia Tidak Butuh Cinta dan relasi seksual
Siapa bilang lansia tidak butuh cinta dan relasi seksual. Sesungguhnya sepanjang rentan kehidupan manusia yang namanya kebutuhan cinta dan seksual selalu ada. Ini dipengaruhi pada proses berpikir, perasaan dan kemapuannya tetap berfungsi baik itu fungsi kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Sangat keliru jika lansia dianjurkan untuk mengisolasi diri dan membuang pikiran tentang seks.

5.Lansia Tidak Produktif dan Menjadi Beban Masyarakat
Dalam banyak kasus lansia selalu menjadi penasehat spiritual seseorang, entah itu sebagai pemuka agama, maupun tokoh masyarakat dan terkadang nasehat mereka sangat jitu dalam berbagai kasus tertentu dalam masalah-masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Hakekatnya produktifitas seseorang tidak bisa hanya dilihat dari bisa tidaknya memperoleh penghasilan berupa materi yang biasanya ditunjukkan dengan kekuatan fisik yg dapat bekerja, namun produktifitas juga dapat dilihat dari cara seseorang berfikir untuk menyelesaikan masalah dan memberikan suatu jalan keluar terhadap masalah seseorang. Jadi lansia bukan merupakan beban bagi kaum muda, sebaliknya mereka sering menjadi teladan dalam bertingkah laku, sopan santun dan disiplin, semangat perjuangan dan banyak nilai-nilai luhur yang dapat kita petik.

6.Lansia Lemah, Jompo, Ringkih, Sakit-sakitan atau Cacat
kondisi kesehatan itu berlaku di setiap mahkluk individu baik anak, remaja, dewasa maupun lansia. Jadi salah ketika sakit hanya diberlakukan bagi kaum lansia. Masih banyak lansia yang gagah, masih mampu bekerja keras dan bahkan masih banyak yang memiliki jabatan penting dalam suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta. Contoh kecil di PSTW gau Mabaji Gowa. Dari 100 klien regular yang ada hanya 4 orang yang diberikan perawatan Total Care, sementara yang lain masih bisa beraktivitas dengan sempurna.

7.Lansia menghabiskan uang untuk berobat
Lansia umumnya tahu diri dan faham betul dalam menjaga dan memelihara kesehatan dirinya yang ditunjukkan bentuk rajin olah raga ringan, rajin beribadah dan peduli terhadap kesehatannya.
Jadi mereka terkadang mengatur pola makannya sendiri misalnya makan tidak berlebihan, melakukan diet dan tidak melakukan kegiatan secara berlebihan sehingga memperkecil datangnya penyakit. Manusia yg usianya 70 tahun keatas pasti kadar gula, garam dan lemak sudah jauh lebih banyak sehingga rentan terkena penyakit diabetes, stroke jantung dan lain-lain
Ketika lansia itu dapat mengontrol pola makan dan hidup teratur maka biaya untuk berobat bisa ditekan sekecil mungkin dan bisa jadi biaya kesehatan bisa dialihkan untuk biaya yang jauh lebih penting bagi lansia.

Fenomena yang saya sebutkan memang masih membutuhkan penelitian yang jauh lebih dalam. Namun inilah kenyataan di sebagian wilayah Indonesia yang masih menganggap sebagian Lansia adalah Masalah dan beban.